Menelaah Tradisi Desa Peron Limbangan: Nyadran
Tradisi dipahami sebagai kebiasaan yang berlangsung lama dan menjadi bagian kehidupan suatu kelompok masyarakat dalam lingkup budaya, agama, dan negara yang sama. Di Jawa Tengah, yang mayoritas beragama Islam, tradisi dan budaya yang mengutamakan nilai keagamaan masih dilaksanakan, salah satunya adalah Tradisi Nyadran.
Pada Jumat, 25 Oktober 2024, masyarakat Dusun Ketro dan Dusun Nampu Wuluh di Desa Peron, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, berkumpul di makam untuk mendoakan leluhur. Setelah itu, mereka diarahkan untuk berkumpul di sepanjang jalan yang telah ditentukan oleh tokoh masyarakat, biasanya Bapak Modin atau tetua Dusun. Umumnya, yang hadir adalah kepala keluarga atau anak laki-laki sebagai perwakilan dari tiap rumah. Tradisi ini dikenal sebagai Nyadran, tradisi untuk mendoakan leluhur dengan berziarah ke makam. Beberapa warga menyebutnya Nyadran atau Sadranan.
Tradisi Nyadran tidak hanya bertujuan untuk mendoakan leluhur, tetapi juga untuk mempererat tali silaturahmi dengan kegiatan "kembul bujono" atau makan bersama setelah mengunjungi makam leluhur. Menurut warga, Tradisi Nyadran sudah berlangsung sejak 1284, dan diyakini berasal dari tradisi Sradha pada masa Hindu-Buddha untuk memperingati kepergian raja.
Kegiatan Nyadran kali ini juga diikuti oleh kelompok KKN Posko 24 yang ikut antusias dalam acara yang mulai langka di kota-kota besar. Nyadran tidak umum di kota besar karena berbagai faktor, seperti sulitnya menyesuaikan waktu karena jadwal pekerjaan yang berbeda-beda. Di Desa Peron, Nyadran disepakati mulai pukul 7.00 WIB agar para kepala keluarga, yang sebagian besar petani, dapat ikut serta sebelum pergi ke ladang.
Keunikan tradisi ini terlihat setelah berziarah. Masyarakat berkumpul di sepanjang satu-satunya jalan yang menghubungkan Dusun Ketro dan Dusun Wuluh Nampu. Daun pisang digelar memanjang sebagai alas, dan setiap kepala keluarga membawa satu "wakul" berisi nasi yang dibungkus selendang sebagai pengganti kantong plastik. Berbagai lauk, seperti ayam ingkung, mie goreng kering, tahu, tempe, pecel, lalapan, dan kerupuk, juga dibawa. Ayam ingkung, ayam kampung jantan yang disajikan utuh, menjadi lauk ikonik dalam perayaan ini dan melambangkan makna perlindungan.
Tradisi Nyadran memiliki peran penting sebagai sarana menjaga hubungan spiritual dengan leluhur dan lingkungan. Tradisi ini memperkuat ikatan sosial, merayakan budaya, serta menanamkan nilai kebersamaan dan gotong royong. Nyadran juga menjadi pengingat untuk menghargai sejarah dan kearifan lokal.
Momen Nyadran seharusnya tidak dipandang sekadar ritual, tetapi sebagai pelestarian budaya yang perlu dihargai. Menghormati dan melestarikan tradisi seperti Nyadran adalah langkah penting menjaga identitas dan keanekaragaman budaya bangsa, agar generasi mendatang dapat terus merasakan makna dan nilai yang terkandung di dalamnya.
Konten ini juga tayang di Kompasiana.com dengan judul yang sama yaitu"Menelaah Tradisi Desa Peron Limbangan: Nyadran."
PERON SANTUN...
Share :